Sabtu, 27 Februari 2010

BAB I HAKIKAT ILMU DAN PENELITIAN

Rangkuman
BAB I
HAKIKAT ILMU DAN PENELITIAN


Disusun Oleh : H. Idih Sutisna


Orang yang tidak tahu di tidak tahunya, tetapi tahu segala-galanya itulah kebodohan. Pengetahuan yang diperoleh dari proses mengetahui itu akan mengembangkan kemampuan kita dalam berinteraksi dengan dunia sekitar kita. Proses mengetahui ini berjalan terus sepanjang hayat, sejak bayi sampai akhir hayat.
Masalah pengetahuan berkisar pada tiga hal, yaitu apa pengetahuan (ontologis), bagaimana mengetahui (epistemologis), dan untuk apa pengetahuan itu (aksiologis). Ketiga hal ini tidak lepas dari bagaimana mengetahui dan untuk apa pengetahuan itu, dan sebaliknya.
Pengetahuan itu pada hakikatnya meliputi semua yang diketahui oleh seseorang tentang obyek tertentu. Seorang nelayan yang tinggal di pinggir pantai mengetahui bahwa pasang naik setiap bulan purnama, dan pasang surut setiap nulan mati. Ia peroleh pengetahuan itu dari pengelamnnya. Pengetahuan seperti ini oleh M. Hatta disebut pengetahuan pengalaman. Pengetahuan mencakup baik knowledge maupun science (ilmu pengetahuan), seni, dan teknologi.
Banyak dari pengetahuan itu kita peroleh dari orang lain. Seberapa jauh kita menerima informasi sebagai suatu kebenaran. Kebenaran adalah suatu pernyataan tanpa keraguan.
Pada dasarnya ada dua cara yang dipergunakan oleh manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Pertama adalah dengan mendasarkan diri pada rasio, dan yang kedua mendasarkan diri pada pengalaman. Kaum rasionalisme mengembangkan faham rasionalisme, sedangkan yang kedua mengembangkan faham empirisme. Sesuatu yang idealisme didapat oleh manusia dengan cara memikirkannya. Ide bagi kaum rasionalis itu bersifat apriori yang mendahului pengalaman.
Bagi kaum empiris, pengetahuan pengetahuan manusia tidak didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak, tetapi melalui penglaman konkret (nyata). Selain Rasio dan Pengalaman, pengetahuan yang benar dapat pula diperoleh melalui intuisi atau wahyu. Namun, intuisi ini bersifat personal dan tidak bias diramalkan, sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur.
Ketika Galileo Galilei menyatakan pada abad ke-12 bahwa bumi ini bulat dan berputar mengelilingi matahari, para penguasa menganggapnya sebagai ajaran sesat yang harus cepat-cepat dihilangkan agar tidak menyesatkan masyarakat. Tetapi, beberapa abad kemudian, orang yang mengatakan bahwa bumi ini tidak bulat dan tidak mengelilingi matahari dianggap sebagai orang yang paling bodoh. Contoh ini menunjukkan bahwa kebenaran itu bersifat tentatif.
Penalaran silogisme, misalnya bertitik tolak pada suatu premis mayor dan suatu premis minor. Premis mayor adalah suatu pernyataan yang berlaku umum dengan kebenaran yang tidak perlu dibuktikan. Contohnya:
Premis mayor : Manusia mati
Premis minor : Suharto adalah manusia
Kesimpulan : suharto mati

Postulat silogisme, dikenal pula postulat-postulat lain seperti postulat keajegan, postulat sebab akibat. Matahari terbit di sebelah timur adalah postulat keajegan karena kita menyaksikan bahwa di sepanjang hidup kita matahari selalu terbit di sebelah timur.

1. Teori
Teori pertama-tama terdiri atas seperangkat proposisi, yaitu pernyataan-pernyataan tentang hubungan di antara dua konsep atau lebih. Stimulus dan reaksi adalah dua konsep yang dihubungkan menjadi satu proposisi. Misalnya, konsep hukuman yang dihubungkan dengan konsep perilaku akan menjadi: “ Jika naka diberi hukuman, maka perilakunya berubah kea rah yang positif.” Pernyataan ini disebut proposisi.
Suatu teori terdiri atas seperangkat proposisi yang saling berkaitan. Ciri ketiga dari teori adalah beberapa diantaranya dapat diuji secara empiris. Pengujian secara empiris inilah yang menjadi tugas metodologi penelitian.
Teori yang tersusun secara sistematis mempunyai beberapa fungsi tertentu. Fungsi pertama adalah fungsi eksplanasi yaitu pernyataan tentang hubungan tertentu hubungan tertentu untuk menggambarkan sejumlah kegiatan (fenomena) yang teramati. Kemampuan eksplanatif suatu teori ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain (1) kesederhanaan strukturnya, (2) kecermatan penjelasannya, dan (3) relevansinya terhadap fenomena social yang berbeda-beda.
Fungsi kedua dari suatu teori adalah fungsi prediktif atau fungsi peramalan atau prakiraan. Eksplanasi bersifat positif, tetapi prediksi bersifat probabilitis. Jika langit mendung dengan awan hitam yang menutupinya, maka akan turun hujan. Langit mendung adalah fakta.
Prediksi dengan sifatnya yang probabilitas itu dapat diterapkan dalam tiga jenis situasi.
1. Untuk waktu yang akan datang. Pengetahuan kita untuk waktu yang lampau dan waktu sekarang dapat diterapkan untuk waktu yang akan datang.
2. Untuk tempat yang berbeda.
3. Di dalam kelompok sosial yang lebih besar. Penerapan dalam kelompok yang lebih besar itu bersifat probabilitas.

Fungsi ketiga dari suatu teori adalah fungsi kontrol. Teori tidak hanya menjelaskan dan memperkirakan, tetapi juga mampu mengendalikan peristiwa supaya tidak mengarah pada hal-hal yang negatif.

2. Proposisi
Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan antara dua konsep atau lebih. Jika harga suatu barang naik, maka permintaan berkurang. Harga dan Permintaan adalah dua konsep yang dihubungkan dengan jika…maka…Pernyataan ini disebut proposisi atau dalam ilmu ekonomi disebut hokum ekonomi.

3. Konsep
Konsep merupakan bahan baku ilmu pengetahuan. Dari konsep dibentuk proposisi, dan proposisi itu membentuk teori. Konsep adalah istilah atau simbol yang menunjuk pada suatu pengertia tertentu. Konsep adalah sesuatu yang abstrak tetapi menunjuk pada sesuatu yang konkret.
Construct atau konsep nominal adalah konsep yang berdifat umum, yang pengertiannya tidak terikat pada waktu dan tempat. Arti dari suatu konsep itu dapat ditemukan dalam buku teks, kamus, atau ensiklopedia.
Penelitian atau riset pada hakikatnya bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang dianggap benar melalui proses bertanya dan menjawab. Hakikat metodologi penelitian tidak terletak pada apa yang kita ketahui (atau pengetahuan), tetapi pada bagaimana kita mengetahui, walaupun pengetahuan dan cara mengetahui adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Kita memperoleh pengetahuan dengan dua cara:
1. Melalui orang lain.
2. Pengalaman diri sendiri secara langsung.

Metodologi penelitian tidak hanya berhubungan dengan pengetahuan, tetapi juga dengan ilmu pengetahuan. Karena itu metodologi pengetahuan termasuk dalam apa yang disebut epistemologi. Epistemologi adalah ilmu mengetahui, sedangkan metodologi (bagian dari epistemologi) dapat dikatakan sebagai ilmu menemukan. Ada beberapa cara yang depergunakan oleh manusia untuk memperoleh pengetahuan, antara lain:
1. Metodologi keteguhan (tenacity). Dengan metode ini orang menerima sesuatu kebenaran karena merasa yakin akan kebenarannya.
2. Metode otoritas. Sesuatu diterima sebagai kebenaran karena sumbernya mempunyai otoritas untuk itu.
3. Metode a priori atau intuisi. Sesuatu diterima sebagai kebenaran semata-mata berdasarkan intuisi.
4. Metode tradisi. Seseorang menerima suatu kebenaran dari tradisi yang berlaku di dalam lingkungannya.
5. Metode trial and error. Pengetahuan dengan cara ini diperolah melalui pengalaman langsung.
6. Metode metafisik. Suatu pengetahuan yang dianggap benar diperoleh secara matafisik.
7. Metode ilmiah. Metode ini dilakukan melalui proses deduksi dan induksi.

Proses penelitian ilmiah bersifat empiris, terkendali, analitis, dan sistematis. Penelitian ilmiaah sebagai proses bertanya-menjawab memperhatikan peristiwa-peristiwa empiris dalam kerangka berfikir teoretis tertentu. Penelitian terhadap gejala-gejala disebut penelitian sosial. Sasaran penelitian sosial adalah gejala-gejala sosial yang terdapat di dalam berbagai relasi sosial.
Tujuan penelitain yang pertama menurut Nan Lin adalah untuk menemukan hokum atau keteraturan yang bekerja di dalam gejala-gejala itu, dan tujuan yang kedua adalah untuk memecahkan masalah yang terdapat dalam relasi-relasi sosial. Penelitian itu pertama-tama adalah menyusun hipotesis tentang hubungan-hubungan yang diperkirakan terdapat di antara fenomena-fenomena itu. Ada empat criteria yang perlu dipenuhi dalam suatu penelitian ilmiah, yaitu:

1. Penelitian dilakukan secara sistematis.
2. Penelitian dilakukan secara terkendali.
3. Penelitian dilakukan secara empiris.
4. Penelitian bersifat kritis.

Ada 3 pertanyaan dasar yang menentukan tipe penelitian secara empiris, yaitu (1) apa, (2) bagaimana, (3) mengapa.

Penelitian Eksploratif berhubungan dengan pertanyaan dasar yang pertama, yaitu apa. Peneliatain Deskriptif didsarkan pada pertanyaan dasar yang kedua, yaitu bagaimana. Penelitian Eksplanatif bertolak pada pertanyaan dasar Mengapa. Penelitian Eksperimen, tipe penelitian yang disebutkan sebelumnya disebut juga expost fact redearch. Disebut demikian karena peristiwa yang diteliti sudah terjadi sehingga data-datanya dapat dilacak kembalimelalui kuesioner atau dokumen-dokumen yang relevan.
Pengertian penelitian menurut Nan Lin, mengandung 2 manfaat penelitian, yaitu (1) manfaat teoritis dan (2) manfaat praktis. Penelitian yang bertitik tolak dari meragukan suatu tertentu disebut peneliatian verifikatif. Penelitian bermanfaat pula memecahkan masalah-masalah praktis. Manfaat teoritis dan manfaat praktis merupakan syarat dilakukan suatu penelitian sebagaimana dinyatakan dalam rancangan (desain) penelitian.

Hakikat Ilmu
Pengertian Ilmu


Apakah ilmu itu? Moh. Nazir, Ph.D (1983:9) mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik natura atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. Sedangkan Ahmad Tafsir (1992:15) memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris. Sementara itu, Sikun Pribadi (1972:1-2) merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa :

“ Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.”

Di lain pihak, Lorens Bagus (1996:307-308) mengemukakan bahwa ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis.

Dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain)

Syarat-Syarat Ilmu :

Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut

1. Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.

2. Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi. Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b) bebas dari prasangka, (c) menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d) menggunakan hipotesa, (e) menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi. Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya : (a) sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting, (b) peneliti sebagai instrumen penelitian, (c) sangat deskriptif, (d) mementingkan proses maupun produk, (e) mencari makna, (f) mengutamakan data langsung, (g) triangulasi, (h) menonjolkan rincian kontekstual, (h) subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (i) mengutama- kan perspektif emic, (j) verifikasi, (k) sampling yang purposif, (l) menggunakan audit trail, (m)partisipatipatif tanpa mengganggu, (n) mengadakan analisis sejak awal penelitian, (o) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.

3. Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat Ilmu,)

Karakteristik Ilmu

Di samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu memiliki pula karakteristik atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa ciri umum ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif (Uyoh Sadulloh,1994:44).

Sementara, dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996:307-308) tentang pengertian ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal

Sementara itu, Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut : (1) obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif, (2) koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; (3) reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal, (5) memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, (6) akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7) dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.


Hakikat Penelitian

Penelitian atau riset adalah terjemahan dari bahasa Inggris research, yang merupakan gabungan dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa research adalah berasal dari bahasa Perancis recherche.Intinya hakekat penelitian adalah “mencari kembali”.
Definisi tentang penelitian yang muncul sekarang ini bermacam-macam, salah satu yang cukup terkenal adalah menurut Webster’s New Collegiate Dictionary yang mengatakan bahwa penelitian adalah “penyidikan atau pemeriksaan bersungguh-sungguh, khususnya investigasi atau eksperimen yang bertujuan menemukan dan menafsirkan fakta, revisi atas teori atau dalil yang telah diterima”.
Dalam buku berjudul Introduction to Research, T. Hillway menambahkan bahwa penelitian adalah “studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut”. Ilmuwan lain bernama Woody memberikan gambaran bahwa penelitian adalah “metode menemukan kebenaran yang dilakukan dengan critical thinking (berpikir kritis)”.
Penelitian bisa menggunakan metode ilmiah (scientific method) atau non-ilmiah (unscientific method). Tapi kalau kita lihat dari definisi diatas, penelitian banyak bersinggungan dengan pemikiran kritis, rasional, logis (nalar), dan analitis, sehingga akhirnya penggunaan metode ilmiah (scientific method) adalah hal yang jamak dan disepakati umum dalam penelitian. Metode ilmiah juga dinilai lebih bisa diukur, dibuktikan dan dipahami dengan indera manusia. Penelitian yang menggunakan metode ilmiah disebut dengan penelitian ilmiah (scientific research).

1. Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berguna untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis baru. Penelitian kualitatif biasanya mengejar data verbal yang lebih mewakili fenomena dan bukan angka-angka yang penuh prosentaase dan merata yang kurang mewakili keseluruhan fenomena. Dari penelaitian kualitatif tersebut, data yang diperoleh dari lapangan biasanya tidak terstruktur dan relative banyak, sehingga memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritis, dan mengklasifikasikan yanglebih menarik melalui penelitian kualitatif. Istilah penelitian kualitatif, awalnya beraasal dari sebuah pengamatan pengamatan kuantitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif (Suwardi Endraswara, 2006:81).
Menurut Brannen (1997:9-12), secara epistemologis memangada sedikit perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Jika penelitian kuantitatif selalu menentukan data dengan variabel-veriabel dan kategori ubahan, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting keduanya, terletak pada pengumpulan data. Tradisi kualitatif, peneliti sebagai instrument pengumpul data, mengikuti asumsi cultural, dan mengikuti data.
Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Penelitian kualitatif mencakup berbagai pendekatan yang berbeda satu sama lain tetapi memiliki karakteristik dan tujuan yang sama. Berbagai pendekatan tersebut dapat dikenal melalui berbagai istilah seperti: penelitian kualitatif, penelitian lapangan, penelitian naturalistik, penelitian interpretif, penelitian etnografik, penelitian post positivistic, penelitian fenomenologik, hermeneutic, humanistik dan studi kasus. Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional. Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif.
Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan konsekwensi-konsekwensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang terkspresi secara eksplisit.

2. Penelitian Kuantitatif
Menurut August Comte (1798-1857) menyatakan bahwa paradigma kuantitatif merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangun berdasarkan filsafat positivisme. Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsur metafisis dan teologis, positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah varian dari Materialisme (bila yang terakhir ini dikontraskan dengan Idealisme).
Dalam penelitian kuantitatif diyakini, bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar (reason). Secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif diterima suatu paradigma, bahwa sumber pengetahuan paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap pancaindera (exposed to sensory experience). Hal ini sekaligus mengindikasikan, bahwa secara ontologis, obyek studi penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena (general relations between phenomena). Yang dimaksud dengan fenomena di sini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang terbatas pada external appearance given in sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera, maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi (Edmund Husserl 1859-1926).
Sejalan dengan penjelasan di atas, secara epistemologi, paradigma kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu itu terdiri dari dua, yaitu pemikiran rasional data empiris. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan korespondensi. Koheren besarti sesuai dengan teori-teori terdahulu, serta korespondens berarti sesuai dengan kenyataan empiris. Kerangka pengembangan ilmu itu dimulai dari proses perumusan hipotesis yang deduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan teori baru. Jadi, secara epistemologis, pengembangan ilmu itu berputar mengikuti siklus; logico, hypothetico, verifikatif.

3. Tindakan
Tindakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam penelitian guna mencapai penelitian yang senpurna. Tindakan ini dimaksudkan agar peneliti mengetahui dengan jelas bahwa ada beberapa ketentuan dalam melakukan tindakan penelitian. Seperti halnya penelitian kualitatif dan kuantitatif, tindakan termasuk aspek yang perlu dikaji oleh seorang peneliti. Tindakan merupakan salah satu ketentuan dalam penelitian.

Daftar Pustaka

Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung :P PS-IKIP Bandung.

Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.

Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.

Filsafat_Ilmu,http://members.tripod.com/aljawad/artikelfilsafat_ilmu.htm

Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.

Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan.

Mantiq, http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm.

Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia

Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar